Paling tidak sudah tiga kali Presiden Joko Widodo mengubah definisi cawe-cawe dalam hajatan politik pemilu mendatang. Mulanya, Jokowi membantah habis-habisan. Belakangan mengakui, bahkan mengubah makna dari cawe-cawe itu sendiri.
Hasrat Presiden Joko Widodo untuk ikut campur dalam pemilu semakin mengemuka. Mulanya, Joko Widodo membantah habis-habisan bahwa ia cawe-cawe ketika disinggung usai bertemu enam ketua umum parpol di Istana Kepresidenan, minus Partai NasDem.
"Bukan cawe-cawe, wong itu diskusi saja kok (masa) cawe-cawe. Saya tadi sampaikan, saya ini juga pejabat politik. Saya bukan cawe-cawe. Urusan Capres, Cawapres itu urusannya partai atau gabungan partai," kata Jokowi di Jakarta, Kamis (4/5/2023).
Bantahan cawe-cawe itu berubah menjadi pengakuan tidak sampai satu bulan setelahnya, yakni pada 29 Mei saat bertemu para pemimpin media dan content creator. Katanya, cawe-cawe versi Joko Widodo dilakukan demi bangsa dan negara untuk meneruskan visi misinya.
Sebelum mengakui cawe-cawe, Joko Widodo pernah terang-terangan menyatakan akan menjadi pembisik partai politik, kaitannya dengan urusan menyiapkan calon pemimpin. Ini disampaikan pada Musra Relawan Joko Widodo pada 14 Mei lalu di Senayan.
"Yang bisa mencalonkan itu partai atau gabungan partai, sehingga itu bagian saya untuk memberikan bisikan kuat, kepada partai-partai yang juga koalisinya belum selesai. Jadi, kalau saya sampaikan sekarang untuk apa," ujar Jokowi dalam memberikan sambutan pada acara Musyawarah Rakyat (Musra), di Istora Senayan, Jakarta, Minggu, (14/5/2023).
Dalam acara pengesahan Ganjar Pranowo sebagai capres PDIP, Joko Widodo menyebut butuh orang yang bisa meneruskan warisannya. "Pemimpin yang baru harus terus melanjutkan visi bangsa dan program-program unggulan yang telah dicanangkan," ujarnya.
Mencari penerus bangsa untuk menjaga warisannya, menjadi alasan Joko Widodo untuk cawe-cawe. Definisi ini bergeser saat Rakernas PDIP, Selasa (6/6/2023). Joko Widodo menekankan soal riak-riak dalam hajatan politik lima tahunan itu.
Kali ini, Joko Widodo seolah membaca akan ada riak-riak yang bisa jadi mengganggu kepentingannya, sehingga perlu cawe-cawe. Muncul pertanyaan, apakah Joko Widodo didikte atau mendikte dalam cawe-cawe ini?
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati membantah menekan Joko Widodo dan memastikan dirinya sebagai ketua partai yang menaungi Joko Widodo taat aturan.
Entah ditekan atau tidak soal memilih capres, dikte-mendikte penguasa dalam demokrasi adalah salah. Tidak ada dalam aturan apapun yang menyebut kepala negara boleh ikut campur dalam pemilu.