Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD tampaknya tidak lagi berpikir untuk melakukan pembenahan sektor hukum di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Buktinya, Mahfud membentuk Tim Percepatan Reformasi Hukum untuk menghasilkan rekomendasi kepada pemerintahan pasca-Jokowi-Ma'ruf. Melalui keputusan Menko Polhukam Nomor 63 Tahun 2023, Tim Percepatan Reformasi Hukum nantinya akan merumuskan naskah akademik dan rancangan kebijakan hukum di Indonesia. Kebijakan itu nantinya akan diteruskan di pemerintahan periode selanjutnya.
Mahfud mengumpulkan sejumlah nama beken masuk ke tim percepatan reformasi hukum tersebut. Ada mantan pimpinan KPK Laode M Syarif, Profesor Harkristuti Harkrisnowo, Suparman Marzuki, Adrianus Meliala, Mas Achmad Santosa, Eros Djarot, Yunus Husein, Feri Amsari, Bivitri Susanti, Najwa Shihab, dan lain-lain. Bila melihat profil penggawanya, selama ini merekalah yang kerap mengkritik buruknya implementasi penegakan hukum di negeri ini. Mereka pula yang kerap bersuara lantang terhadap masih masifnya perilaku korup para petinggi negeri.
Alangkah elok dan bertanggung jawabnya Mahfud jika upaya percepatan reformasi hukum ditargetkan untuk membenahi persoalan hukum saat ini yang memang menjadi tanggung jawabnya atas pembenahan hukum. Ketika seluruh perangkat hukum berada di genggamannya. Semestinya warisan kinerja atas pembenahan hukum di masa jabatannyalah yang harus ditinggalkan sehingga bisa menjadi landasan, fondasi untuk penyempurnaan bagi pemerintahan selanjutnya. Bukan warisan berupa rekomendasi yang hasilnya berupa lembaran kertas.
Sekali lagi, pembentukan tim ini memunculkan tanda-tanya besar. Apakah Mahfud sudah tidak percaya lagi dengan perangkat hukum yang ada saat ini sehingga harus melompat ke periode pemerintahan selanjutnya? Jika alasan pembentukannya dipertanyakan, sebaiknya eksistensinya dievaluasi, baik itu oleh Presiden Jokowi sebagai bos Mahfud MD maupun para penggawanya sendiri. Sangat disayangkan jika tokoh-tokoh beken yang dikenal kritis selama ini hanya menjadi 'pajangan' tanpa jelas tujuan dan target kinerjanya.
Jangan sampai tim ini hanya menjadi politik mercusuar demi kepentingan pencitraan semata. Patut kiranya mereka mempertanyakan tujuan, urgensi, dan kebutuhan pembentukan tim ini di tengah ketidakjelasan produk yang akan dihasilkannya. Ketika produknya hanya akan memenuhi keranjang sampah, kerja tim ini jelas sia-sia. Pasalnya, seluruh kebutuhan dan kerjanya dibiayai negara, dari pajak rakyat. Jangan hamburkan uang rakyat untuk sesuatu yang tidak efisien, tak efektif, dan bahkan tidak rasional itu.
Sumber: Media Indonesia