Keadilan dari sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan uji materi sistem pemilu ditunggu masyarakat. MK dinilai tidak konsisten jika sistem pemilu diubah ke proporsional tertutup.
"Kalau MK kemudian mengubah putusan yang lama, MK tidak konsisten," kata pakar hukum tata negara Feri Amsari di Primetime News Metro TV, Sabtu (3/6/2023).
MK meludahi keputusannya yang terdahulu jika mengubah sistem pemilu yang ada saat ini. Pasal 22 E ayat (3) UUD 1945 yang menjadi dasar partai penggugat proporsional terbuka sebenarnya keliru. Feri menyebut ketentuan UUD tidak hanya bicara partai politik sebagai peserta pemilu, tetapi juga pemilihan langsung oleh rakyat.
"Dijelaskan di Pasal 22 E Ayat 2 bahwa pemilu itu untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD. Jadi clear, bahwa ini sistem proporsional terbuka karena yang terbuka untuk memilih anggota bukan partai," tegasnya.
Secara UUD, sistem pemilu harus terbuka. Namun, semua peraturan perundang-undangan dapat dilanggar demi kepentingan politik. Dalam alat ukur kecenderungan pemilih terhadap partai, PDIP menjadi satu-satunya yang diuntungkan jika sistem pemilu diubah ke tertutup.
"Jika kemudian menggunakan proporsional tertutup di mana orang akan memilih lambang partai, satu-satunya yang diuntungkan adalah PDIP," tuturnya.
Feri menilai keinginan penetapan sistem proporsional tertutup hanya sebatas kepentingan politik bukan kepentingan rakyat.