NEWSTICKER

Belanja di Sosial Commerce Tak Seaman E-commerce

Ilustrasi e-commerce. Foto: Medcom.id

Belanja di Sosial Commerce Tak Seaman E-commerce

Media Indonesia • 30 May 2023 15:39

Jakarta: Kebiasaan masyarakat berbelanja online semakin meningkat meskipun badai pandemi telah berakhir. Selain berbelanja melalui platform belanja online atau e-commerce, masyarakat kini mulai berbelanja online melalui kanal media sosial.

Fenomena belanja di media sosial dikenal sebagai social commerce. Berdasarkan data Social Commerce 2022 oleh DSInnovate, pasar social commerce di Indonesia pada 2022 mencapai angka USD8,6 miliar. Estimasi pertumbuhan tahunannya sekitar 55 persen dan diperkirakan bakal menyentuh USD86,7 miliar pada 2028.

Pengamat media sosial Enda Nasution mengatakan definisi social commerce yaitu platform media sosial yang menyediakan fitur untuk transaksi. Sekarang di Indonesia yang bisa dibilang social commerce hanya di Tiktok.

"Jadi sebenarnya social commerce itu terbagi dua, yakni on platform transaksi dilakukan di atas platform (TikTok) dan off platform, transaksi via bank transfer atau lain seperti IG, FB, WhatsApp," ungkap Enda dilansir Media Indonesia, Selasa, 30 Mei 2023.

Terkait keamanan transaksi, Enda juga berkomentar semua transaksi belanja pasti ada risiko. Namun, apabila ada pihak ketiga yang dapat memastikan dan menjamin keamanan transaksi akan lebih baik, semisal peran marketplace seperti Tokopedia dan Bukalapak.

"Sebaiknya masyarakat harus lebih berhati-hati dalam berbelanja online. Ada beberapa hal yang membuat banyak korban terjerat penipuan di social commerce," ucapnya.

Adapun hal-hal yang menjadi pemicu korban berkelanjutan di social commerce di antaranya faktor kurang hati-hati.

"Misalnya pengguna media sosial melihat ada barang yang dijual sangat murah langsung nafsu ingin beli, tidak dicek lagi apakah penjualnya kredibel atau tidak," imbuhnya.

Terkait hal itu, banyak dari para pembeli yang menjadi korban tidak dapat mengajukan komplain di kolom komentar dan DM (direct message) ke pemilik akun. Maraknya penipuan online shop di media sosial terjadi karena konsekuensi risiko bagi penipu yang lebih kecil ketimbang saat penipu harus bertemu langsung dengan calon korban.

"Kalau di media sosial kan gampang, penipu bisa menghapus atau memblokir korbannya. Risiko tertangkapnya jauh lebih rendah dan upaya penindakannya yang lebih sulit," jelasnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Metrotvnews.com

(Annisa Ayu)