NEWSTICKER

Tag Result:

Zainal Arifin 'Mencium' Gelagat MK Ubah Batas Usia Minimal Capres-Cawapres

Zainal Arifin 'Mencium' Gelagat MK Ubah Batas Usia Minimal Capres-Cawapres

Nasional • 5 days ago

Ahli hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar menyoroti gelagat Mahkamah Konstitusi yang inkonstitusional. Setelah sebelumnya memutuskan memperpanjang masa jabatan ketua KPK, kali ini Zainal Arifin melihat gelagat MK yang akan memutus uji materi batas usia capres dan cawapres.

"Nah itu sebabnya kalau kita pakai logika itu atau kebiasaan barunya MK, jangan-jangan ada kemungkinan juga MK akan berani masuk atau menggaruk-garuk di wilayah usia capres dan cawapres." ungkap Ahli hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar.

Informasi Denny Indrayana soal Sistem Pemilu, Rahasia Negara?

Informasi Denny Indrayana soal Sistem Pemilu, Rahasia Negara?

Nasional • 5 days ago

Pernyataan mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny indrayana yang menyebut mendapatkan informasi soal Mahkamah Konstitusi akan mengubah sistem pemilu dari terbuka menjadi tertutup, membuat Menko Polhukam Mahfud MD bereaksi keras. Mahfud menyebut, Denny telah membocorkan rahasia negara dan harus diselidiki oleh pihak kepolisian. Namun apakah benar yang disampaikan oleh Denny termasuk unsur kebocoran rahasia negara?

Pernyataan Denny Indrayana yang mendapatkan informasi bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengubah sistem pemilu dari terbuka jadi tertutup ramai diperbincangkan.

Pernyataan Denny ini memantik reaksi keras Menkopolhukam Mahfud MD. Mahfud meminta polisi segera memeriksa Denny karena dianggap telah membocorkan rahasia negara.

Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menegaskan, apa yang disampaikan Denny bukan bentuk membocorkan rahasia negara. Oleh sebab itu, menurutnya Denny tak pantas dibawa ke ranah hukum. Mahfud justru akan dicap mengkriminalisasi bila sampai membawa Denny ke polisi.

"Karena yang dikemukakan Denny itu adalah soal kebebasan berpendapat. Kedua, yang dikemukakan itu bukan isi putusan," ujar Abdul Fickar Hadjar.

Merujuk Undang-Undang, informasi yang disebut rahasia negara meliputi pertahanan dan keamanan negara, analisis hubungan luar negeri, proses penyelidikan dan penyidikan di aparat penegak hukum, ketahanan ekonomi nasional, persandian negara, intelijen negara, dan aset vital negara. 

Utak-atik Batas Usia Capres-Cawapres, Demi Siapa?

Utak-atik Batas Usia Capres-Cawapres, Demi Siapa?

Nasional • 5 days ago

Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini sedang menangani perkara uji materi Pasal 169 Huruf Q UU Pemilu Tentang Batas Minimum Usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden.

Para pemohon menguji pasal tersebut karena merasa ada diskriminasi tentang formulasi syarat maju pilpres, ketika belum berusia 40.

Tak hanya perkara sistem pemilu, perkara soal batas usia calon presiden dan calon wakil presiden juga berpotensi akan memantik kegaduhan.

Sebab, belakangan ternyata banyak pemohon yang menguji Pasal 169 ini. Selain Partai Solidaritas Indonesia (PSI), banyak kepala daerah yang ikut mengujinya ke MK.

Seperti Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, Wali Kota Bukittinggi Erman Safar, Wakil Bupati Lampung Pandu Kesuma Dewangsa, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali, dan Wakil Bupati Mojokerto Muhammad Al Barra.

Undang-Undang Dasar 1945 sama sekali tidak menyebutkan batas usia minimal calon pemimpin negeri ini. Akan tetapi, UU Pemilu Pasal 169 Huruf Q menyebutkan persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden berusia paling rendah 40.

Siapapun warga Negara Indonesia memang berhak untuk menguji sebuah Undang-Undang ke Mahkamah Konstitusi. Namun, ketika waktu pengujiannya disaat tahapan pemilu sudah berjalan upaya hukum tersebut menjadi tidak biasa.

Bakal calon presiden yang beredar saat ini berada di atas usia rata-rata tersebut, Ganjar Pranowo lahir pada 28 Oktober 1958 atau saat ini berusia 55. Anies Baswedan setahun lebih muda dari Ganjar, yakni berusia 54.

Bacapres yang paling senior ialah Prabowo Subianto. Purnawirawan berpangkat Letnan Jenderal TNI itu saat ini berusia 72.

Putusan MK soal Sistem Pemilu Harus Ikut Rakyat

Putusan MK soal Sistem Pemilu Harus Ikut Rakyat

Nasional • 6 days ago

Gugatan sistem pemilu di Mahkamah Konstitusi sontak menimbulkan keriuhan saat disinyalir MK akan menerima gugatan uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang akan mengubah sistem proporsional terbuka menjadi tertutup. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun berharap putusan MK menggunakan perspektif kenegarawan. 

Riuh putusan MK yang akan menyetujui gugatan uji materi pemilu sistem proporsional tertutup bermula dari pernyataan pakar hukum tata negara, Denny Indrayana. Denny mengklaim mendapatkan informasi kredibel bahwa MK sudah memiliki keputusan untuk mengembalikan sistem pemilu menjadi proporsional tertutup.

Menanggapi rumor bocornya putusan MK tersebut, Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman meyakini tidak ada kebocoran data karena perkara tersebut belum diputus.

Sementara itu DPR berharap keputusan Mahkamah Konstitusi menggunakan perspektif kenegarawanan dan memihak kepada aspirasi rakyat.

"Kita punya keyakinan bahwa MK bakal memutus ini dengan perspektif kenegarawanan yang jauh, bukan hanya soal praktis," kata anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani. 

"MK itu dibiayai oleh uang rakyat ya, seharusnya penggunaannya pun sesuai dengan aspirasi sebagian besar rakyat," ujar anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman.

Delapan fraksi telah menyampaikan sikap dan meminta MK tidak mengabulkan gugatan yang ingin mengembalikan pemilu ke sistem tertutup. Mayoritas fraksi kecuali PDI Perjuangan ingin Pemilu 2024 tetap menerapkan sistem proporsoional terbuka sehingga masyarakat bisa memilih nama calon legislatif dan lambang partai.

Denny Indrayana: Putusan Sistem Pemilu Bukan Kewenangan MK

Denny Indrayana: Putusan Sistem Pemilu Bukan Kewenangan MK

Nasional • 8 days ago

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana menegaskan bahwa putusan sistem pemilu bukan merupakan kewenanganan Mahkamah Konstitusi (MK). 

MK harus berhati-hati dalam memutuskan uji materi tentang sistem pemilu yang sudah dibuat dan disetujui oleh DPR dan pemerintah. 

"Harus hati-hati betul Mahkamah Konstitusinya. Mereka harus sadar ini bukan kewenangannya untuk merubah sistem pemilu, ini kewenangan proses legilasi di parlemen," ujar Denny Indrayana dalam Primetime News Metro TV, Selasa (30/5/2023).

Denny Indrayana juga membantah isu bocornya putusan MK mengenai informasi pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup. 

Hal itu juga ditanggapi oleh Menko Polhukam Mahfud MD yang meminta Polri dan MK mengusut dugaan kebocoran informasi tersebut. 

Denny Indrayana: Tak Ada Pembocoran Rahasia Negara soal Sistem Pemilu

Denny Indrayana: Tak Ada Pembocoran Rahasia Negara soal Sistem Pemilu

Nasional • 8 days ago

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana membantah telah membocorkan rahasia negara mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sistem pemilu. 

Ia membuat klarifikasi, bahwa dirinya hanya mendapat informasi sistem pemilu dari orang kredibel, bukan dari internal MK. 

"Itu tidak ada rahasia negara yang bocor, karena yang saya dapat informasinya bukan dari konstitusi. Yang memberikan informasi orang yang sangat kredibel dan bukan dari MK, berarti tidak ada pembocoran rahasia negara," ujar Denny Indrayana dalam Primetime News Metro TV, Selasa (30/5/2023). 

Denny juga membantah tuduhan Menko Polhukam Mahfud MD bahwa ada kebocoran rahasia negara soal sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup. 

Denny Indrayana Klaim Dapat Bocoran Putusan MK soal Sistem Pemilu

Denny Indrayana Klaim Dapat Bocoran Putusan MK soal Sistem Pemilu

Nasional • 9 days ago

Dugaan kebocoran hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sistem proporsional Pemilu, seperti yang dilontarkan oleh Denny Indrayana telah menimbulkan kegusaran banyak pihak. Namun, KPU sebagai penyelenggara pemilu lebih memilih menunggu hasil final, saat putusan dibacakan oleh MK.

Pakar hukum tata negara, yang juga mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana mengaku memperoleh informasi penting mengenai gugatan Undang-Undang Nomor 7/2017 Tentang Pemilu Sistem Proporsional Terbuka yang kasusnya sedang bersidang di  Mahkamah Konstitusi (MK).

Denny menyebut MK akan mengabulkan sistem pemilu kembali menjadi proporsional tertutup alias coblos logo partai politik. Denny mengaku mendapat informasi penting ini bukan dari hakim MK, melainkan dari sumber yang dipercaya kredibilitasnya.

Berdasarkan info yang diterimanya, ada enam hakim MK yang akan setuju untuk mengembalikan sistem pemilu ke proporsional tertutup. Sementara tiga hakim MK lainnya akan menyatakan dissenting opinion.

Denny menambahkan, jika keputusan tersebut betul diambil oleh MK, maka dikhawatirkan akan mengganggu persiapan Pemilu 2024 yang sudah berjalan di KPU.
 
Menanggapi temuan Denny Indrayana, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menyatakan hingga kini pihaknya masih menanti putusan MK yang sebenarnya.

KPU akan terus mengikuti perkembangan terkait informasi-informasi tersebut, dan meminta penyebar informasi soal sistem pemilu dapat memberikan klarifikasi.
 
Seperti diketahui gugatan atas beberapa pasal di Undang-Undang Nomor 7/2017 Tentang Pemilu sedang diuji di MK. Salah satu gugatan yang dilayangkan adalah pasal yang mengatur soal sistem pemilu.

Gugatan diajukan oleh enam orang, yakni Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.
 
Sementara dari sembilan partai di parlemen, hanya PDI Perjuangan yang mendukung diterapkannya sistem coblos partai. Sedangkan delapan fraksi lainnya, yakni Partai NasDem, Golkar, Gerindra, PKB, PAN, PKS, Demokrat, dan PPP menolak wacana tersebut.

Perludem Tunggu Putusan Resmi MK soal Sistem Proporsional Pemilu

Perludem Tunggu Putusan Resmi MK soal Sistem Proporsional Pemilu

Nasional • 9 days ago

Dalam waktu dekat, Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan apakah Pemilu 2024 akan berlangsung secara tertutup atau terbuka. Di tengah isu MK bakal putuskan pemilu tertutup, Perludem memilih untuk menunggu putusan resmi.

"Kita tetap harus menghormati MK. Kita tunggu MK karena prosesnya sedang berjalan," kata Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini dalam Selamat Pagi Indonesia, Metro TV, Senin (29/5/2023). 

Titi menjelaskan, pihak terkait dalam sidang judicial review soal sistem pemilu masih diberi kesempatan untuk menyampaikan dokumen kesimpulan ke MK sampai 31 Mei 2023. Setelah itu, MK akan menggelar Rapat Permusyawaratan Hakim.

MK diyakini akan berpihak pada kemerdekaan institusi peradilan. Apalagi, putusan soal sistem pemilu ini berpengaruh besar pada masa depan demokrasi Indonesia.

"Mari bersama-sama kita teguhkan MK untuk tidak mengambil langkah yang justru akan memundurkan demokrasi kita dan kredibilitas MK," ujar Titi.

Eksistensi Menjabat di Lembaga Antikorupsi

Eksistensi Menjabat di Lembaga Antikorupsi

Nasional • 11 days ago

Mahkamah Konstitusi (MK) lagi-lagi menabur sensasi. Kali ini MK mengabulkan gugatan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari sebelumnya empat tahun menjadi lima tahun. Putusan MK itu pun menuai protes dari berbagai pihak.

Pertimbangannya, masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun bersifat diskriminatif, dan disebut tidak adil jika dibandingkan dengan lembaga independen lainnya.

Dri sembilan hakim MK, terpecah menjadi dua kubu. Lima hakim konstitusi setuju masa jabatan pimpinan KPK diperpanjang menjadi lima tahun. Sedangkan empat hakim konstitusi bersikap menolak dan berpendapat berbeda atau dissenting opinion. 

Sebagai penggugat, Nurul Gufron yang juga Komisioner KPK mengaku bersyukur MK mengabulkan gugatannya.

Mengapa Nurul Gufron berpandangan masa jabatan pimpinan KPK perlu diperpanjang?

Presiden Jokowi akan Teken Keppres Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK

Presiden Jokowi akan Teken Keppres Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK

Nasional • 11 days ago

Perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK yang dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) menuai kontra dari sebagian pihak. Namun di sisi lain, Presiden Joko Widodo menyambut putusan itu dan akan teken perubahan masa jabatan pimpinan KPK melalui Keputusan Presiden (Keppres).

"Presiden akan mengubah Keppres terkait masa jabatan Pimpinan KPK yang akan berakhir 20 Desember 2023, diperpanjang satu tahun ke depan menjadi 20 Desember 2024," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej.

Keputusan MK mengabulkan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun dan memutuskan usia minimal pimpinan KPK tidak harus 50 tahun, dicurigai sejumlah pihak.

Komisi III DPR, Arsul Sani menyebut keputusan itu dapat berimplikasi dengan penyesuaian masa jabatan terhadap hakim di MK dan perubahan poin UU KPK. 

Bahkan, Mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan curiga keputusan ini ada konflik kepentingan, mengingat pemimpin KPK saat ini, yakni Firli Bahuri kerap tersandung skandal dibanding mendulang prestasi. 

Putusan MK soal Masa Jabatan Pimpinan KPK Dinilai Ganjil

Putusan MK soal Masa Jabatan Pimpinan KPK Dinilai Ganjil

Nasional • 11 days ago

Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan uji materi yang diajukan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun. Putusan tersebut dinilai ganjil oleh sebagian pihak. 
 
Sorotan pertama muncul dari lembaga legislatif negara, yakni anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani. Arsul menyebut menghargai keputusan yang diambil MK. Meski begitu, Arsul mempersoalkan inkonsistensi lembaga ini soal asas keadilan dalam putusan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK. Putusan ini juga nantinya berimplikasi pada perubahan poin dalam Undang-Undang KPK. 

Sepakat dengan pendapat Arsul Sani, pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti juga menyebut MK inkonsisten kebablasan dalam memberikan putusan. Sebab mengabulkan permohonan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun.   

Mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan bahkan dengan gamblang turut mengkritik putusan MK yang memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun. Novel menyebut putusan ini patut dicurigai adanya konflik kepentingan mengingat pimpinan KPK saat ini kerap tersandung skandal dibanding mendulang prestasi.
 
Hal berbeda ditunjukkan dari sisi pemerintah, Presiden Joko Widodo justru langsung menyambut putusan MK. Jokowi disebut akan mengeluarkan Kepres perubahan masa jabatan pimpinan KPK yang artinya, Firli Bahuri Cs akan menjabat hingga Desember 2024.

Sementara itu, Ketua KPK Firli Bahuri sumringah dengan putusan MK ini. Firli melalui pesan singkat mengatakan siap melaksanakan putusan MK.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengajukan permohonan uji materi atau judicial review ke MK soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun. Putusan MK juga memutuskan usia minimal pimpinan KPK di bawah 50 tahun.

Pakar Hukum: Masa Jabatan KPK Bukan Urusan MK

Pakar Hukum: Masa Jabatan KPK Bukan Urusan MK

Nasional • 11 days ago

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menyebut, Mahkamah Konstitusi inkonsisten kebablasan dalam memberikan putusan karena mengabulkan permohonan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun. 

"Ini kan sebenarnya bukan urusannya MK," ujar Bivitri Susanti dalam tayangan Metro TV, Sabtu (27/5/2023). 

Bivitri menyebut, perpanjangan masa jabatan pimpinan MK seharusnya diputuskan secara politik hukum. DPR dan pemerintah sebagai pembuat undang-undang lah yang memiliki wewenang.

"MK sudah kebablasan memutus sesuatu yang bukan Constitutional Question, ttapi merupakan kewenangan dari pembuat undang-undang karena sifatnya itu politik hukum," jelas Bivitri. 

Putusan Perpanjangan Masa Jabatan KPK Dinilai Lampaui Kewenangan DPR

Putusan Perpanjangan Masa Jabatan KPK Dinilai Lampaui Kewenangan DPR

Nasional • 11 days ago

Anggota Komisi III Fraksi PPP Arsul Sani menyatakan sedikit tersinggung dengan putusan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK oleh MK. Ketersinggungan itu terkait dengan kewenangan DPR yang dilampaui MK. 

"Kami terus terang kalo bicara ketersinggungan (memang) agak tersinggung karena di dalam pertimbangan putusan MK itu, secara implisit, MK mengatakan dengan 4 tahun itu ada abuse of power karena tidak memberikan equal treatment ke yang lain," kata Arsul.

Arsul Sani mempermasalahkan inkonsistensi lembaga itu soal asas keadilan. Perpanjangan masa jabatan KPK menjadi lima tahun agar setara dengan lembaga lainnya dinilai tidak tepat. Ia merasa bingung MK bicara soal keadilan dalam keputusan perpanjangan masa jabatan KPK. Pasalnya, MK sendiri memiliki masa jabatan 15 tahun. 

"Begitu soal ini, kok tiba-tiba bicara tidak adil. Kalau kita mau bicara keadilan kenapa enggak semuanya 15 tahun saja seperti MK," tuturnya. 

MK Merusak Undang-Undang

MK Merusak Undang-Undang

Nasional • 12 days ago

Sebagai penjaga konstitusi, Mahkamah Konstitusi diberi wewenang oleh negara untuk membatalkan undang-undang ketika ada yang mengajukan judicial review terhadap UU itu. Celakanya, dengan kewenangan yang begitu besar, mereka bisa bertindak suka-suka terhadap UU.

Itulah yang terjadi dua hari lalu ketika MK mengadili uji materi UU No 30 Tahun 2022 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ada dua pasal yang digugat oleh Komisioner KPK Nurul Ghufron. Pertama, Pasal 29 huruf (e) UU KPK bahwa batas usia minimal pimpinan KPK adalah 50 tahun dan maksimal 65 tahun. Kedua, Pasal 34 bahwa pimpinan KPK memegang jabatan selama 4 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan.

Hebatnya, majelis MK mengabulkan gugatan Nurul untuk seluruhnya. MK memutuskan, usia minimal pimpinan KPK tidak harus 50 tahun asal berpengalaman. Masa jabatan pimpinan KPK pun mereka tambah menjadi 5 tahun. Pertimbangan majelis, ketentuan yang lama melanggar prinsip keadilan, rasionalitas, dan bersifat diskriminatif sehingga bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945.

Sebagai produk mahkamah yang bersifat final dan mengikat, kita menghormati putusan itu. Namun, harus kita katakan pula, putusan itu tidak masuk akal, aneh, membingungkan. Pasal yang mengatur usia minimal dan durasi jabatan pimpinan KPK bersifat open legal policy. 

Pengaturannya menjadi kewenangan pembentuk UU yakni pemerintah dan DPR.
Ketika membatasi masa jabatan pimpinan KPK 4 tahun, pemerintah dan DPR punya pertimbangan kuat, sangat kuat. KPK adalah lembaga penegak hukum dengan kewenangan luar biasa, punya hak memaksa, sehingga pimpinannya tak boleh berlama-lama menjabat. Semakin lama mereka punya kuasa, semakin besar potensi abuse of power, penyalahgunaan kewenangan. Alasan itu, sangat logis, sangat tepat. 

Soal pertimbangan majelis demi keadilan dan mencegah diskriminasi karena masa jabatan pimpinan lembaga negara yang lain juga 5 tahun juga terbantahkan. Tidak semua komisi dan lembaga seperti itu. Masa jabatan anggota Komisi Informasi, misalnya, 4 tahun. 
Mengabulkan gugatan uji materi adalah hal biasa buat MK. Tetapi, mengabulkan sekaligus mengambil alih kewenangan pembuat UU dengan menambah masa jabatan komisioner KPK adalah putusan yang sulit diterima. Bahkan, tak cuma rakyat kebanyakan, empat hakim konstitusi juga beda pandangan.

Mereka, yakni Wahiduddin Adamas, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Suhartoyo menolak memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK. Mereka menilai tidak ada ketidaksetaraan, ketidakadilan, ketidakpastian hukum, dan diskriminasi dalam ketentuan lama. Mereka mengedepankan akal waras, mereka tak ingin melampaui kewenangan, tak mau mengambil kewenangan lembaga lain.

Mereka memilih dissenting opinion. Sayang, mereka kalah suara karena lima hakim konstitusi lainnya berpendapat sebaliknya. Pendapat yang oleh banyak kalangan dianggap merusak tatanan, juga merusak UU. 

Menambah masa jabatan pimpinan KPK sama saja menambah potensi penyimpangan. Terlebih ketika hadiah itu diberikan oleh MK kepada komisioner saat ini yang alih-alih menunjukkan prestasi tapi malah hobi mempertontonkan kontroversi. Komisioner yang bukannya gigih memberantas korupsi tapi justru diduga kerap melakukan pelanggaran. 

Wajar, sangat wajar, jika kemudian banyak yang beranggapan putusan MK tersebut terkait dengan politik. Perpanjangan masa jabatan komisioner KPK pun rawan digunakan sebagai alat politik di tahun politik.

Lumrah, sangat lumrah, jika banyak menyebut bahwa MK juga akan mengabulkan uji materi soal sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proprosiponal tertutup. Jika itu terjadi, kita khawatir MK bukan lagi merupakan mahkamah penertib tetapi perusak undang-undang.

Arsul Sani Sebut MK Inkonsisten soal Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK

Arsul Sani Sebut MK Inkonsisten soal Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK

Nasional • 12 days ago

Komisi III DPR, Arsul Sani menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun merupakan bentuk inkonsistensi. 

Arsul Sani mempertanyakan asas keadilan yang dijadikan sebagai alasan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK. Apalagi, MK juga mengabulkan batasan usia minimal pimpinan KPK menjadi di bawah 50 tahun. 

Menurutnya, jika MK menggunakan alasan keadilan agar KPK memiliki masa jabatan yang sama dengan lembaga lain, maka MK seharusnya berkaca bahwa lembaganya memiliki masa jabatan hingga 15 tahun. 

Hal itu akan berimplikasi dengan penyesuaian masa jabatan terhadap hakim di MK dan perubahan poin UU KPK. 

Saut Situmorang Curiga Ada Motif Politik dalam Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK

Saut Situmorang Curiga Ada Motif Politik dalam Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK

Nasional • 12 days ago

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun menuai kecurigaan ada unsur politik.

"Sudah pasti ada kaitannya dengan politik. Kalau nggak (ada), kenapa tidak menunggu? Kenapa harus segera dikabulkan?," ujar mantan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang dalam Metro Siang Metro TV, Jumat (26/5/2023). 

Saut menilai keputusan itu aneh dan tidak memandang periodesasi kepemimpinan eksekutif. Ia juga menyayangkan masa jabatan Dewan Pengawas (Dewas) KPK diperpanjang, padahal kasus yang ada di dalam Dewas belum ditangani dengan benar.

"Dewas juga diperpanjang, padahal Dewas belum bisa mengadili dengan benar, seperti kebocoran dokumen, pelanggaran etik," jelas Saut. 

Saut Situmorang berharap Presiden Joko Widodo dapat membenahi masalah ini dan tidak berfokus pada masalah pencapresan untuk Pemilu 2024.

"Pak presiden, please, di sisa jabatan Anda, do something. Jangan menambah kekeruhan lagi, supaya ada legasi yang baik, diubah strateginya. Tidak hanya mikirin capres terus," kata Saut. 

MK Kabulkan Batas Usia Minimal Pimpinan KPK

MK Kabulkan Batas Usia Minimal Pimpinan KPK

Nasional • 12 days ago

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengenai masa jabatan pimpinan KPK dan batasan usia minimal pimpinan KPK.

MK mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun. Selain itu, MK mengabulkan usia di bawah 50 tahun boleh mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK.

Padahal, berdasarkan UU Nomor 19 tahun 2019 Pasal 29 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa untuk dapat diangkat sebagai pimpinan KPK harus berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun. 

Juru Bicara MK, Fajar Laksono menyampaikan, bahwa putusan MK mengenai perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK berlaku mulai periode ini. Artinya, masa jabatan pimpinan KPK yang diketuai Firli Bahuri diperpanjang selama satu tahun hingga Desember 2024. 

Sebelumnya, Nurul Ghufron mengajukan gugatan terhadap batasan usia untuk calon pimpinan KPK pada Oktober 2022. Gugatan itu diajukan, karena ia hendak mencalonkan kembali sebagai pimpinan KPK, meski usianya belum menginjak 50 tahun. 

Namun, ia mengubah gugatannya menjadi perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK, agar menyamaratakan jabatan pimpinan KPK dengan jabatan pimpinan di sejumlah komisi negara lainnya. 

Novel Baswedan Berduka MK Kabulkan Masa Jabatan Pimpinan KPK 5 Tahun

Novel Baswedan Berduka MK Kabulkan Masa Jabatan Pimpinan KPK 5 Tahun

Nasional • 12 days ago

Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan kecewa dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan judicial review soal masa jabatan pimpinan KPK dari empat menjadi lima tahun. Novel mengaku berduka. 

Ia mengungkapkan kesedihannya karena putusan tersebut hadir pada saat kinerja KPK yang saat ini dinilai sudah mulai melemah.

Selain itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Syahroni juga mengkritik keras Mahkamah Konstitusi (MK) atas putusan perpanjangan masa jabatan pimpinan lembaga anti rasuah. Menurut Syahroni, putusan tersebut telah melangkahi wewenang DPR selaku pembuat undang-undang.

Syahroni mengatakan akan berkoordinasi dengan para pimpinan lainnya di Komisi III DPR untuk menjadwalkan pemanggilan MK. DPR akan mempertanyakan kewenangan MK dalam putusan tersebut.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengajukan permohonan uji materi atau judicial review (JR) ke MK terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan Lembaga Antikorupsi menjadi lima tahun. Masa jabatan pimpinan KPK saat ini dalam satu periode hanya empat tahun.

Gugatan itu dikabulkan. MK menilai masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun tidak saja bersifat diskriminatif. Tetapi juga tidak adil jika dibandingkan dengan komisi dan lembaga independen lain yang memiliki masa jabatan lima tahun.

Bedah Editorial MI: Putusan Lonjong Jabatan KPK

Bedah Editorial MI: Putusan Lonjong Jabatan KPK

Nasional • 13 days ago

Jabatan bagi sebagian orang dipahami sebagai amanah, tetapi bagi sebagian orang lagi, jabatan dipahami sebagai sesuatu yang harus diperjuangkan mati-matian. Bahkan, jika masa jabatannya akan berakhir, segala jurus dilakukan untuk memperpanjang masa jabatan tersebut. Para punggawa Komisi Pemberantasan Korupsi ialah kelompok orang yang melihat jabatan sebagai kenikmatan sehingga harus diperpanjang masa baktinya. Padahal, lebih lama jabatan digenggam, lebih banyak pula yang harus dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban itulah yang sangat berat, yakni kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa, dan negara sesuai dengan sumpah jabatan.

Uji materi yang dilakukan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron tentang masa jabatan komisioner lembaga antirasuah selama empat tahun menjadi lima tahun gayung bersambut alias dikabulkan Mahkamah Konstitusi. Nurul menggugat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 khususnya Pasal 29 e dan Pasal 34 terhadap Pasal 28 D ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan Pasal 28 I ayat (2) UUD Negara RI 1945. Gugatan tersebut dilayangkan pada Oktober 2022.

Dalam menyampaikan pertimbangan, hakim konstitusi Guntur Hamzah menyatakan ketentuan masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun tidak saja bersifat diskriminatif, tetapi juga tidak adil jika dibandingkan dengan komisi dan lembaga independen lainnya. Hakim yang pernah melanggar etik karena mengubah putusan MK itu membandingkan masa jabatan KPK dengan Komnas HAM. Masa jabatan pimpinan Komnas HAM lima tahun. Oleh karena itu, kata Guntur, akan lebih adil apabila pimpinan KPK menjabat selama lima tahun.

Dengan melihat dissenting opinion, empat hakim MK dengan argumentasi hukum mereka menunjukkan bahwa perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK menyisakan tanda-tanya besar. Sebagai penjaga konstitusi, MK seharusnya memahami filosofi kehadiran KPK sebagai lembaga independen yang berbeda dengan komisi atau lembaga negara lainnya. Sejak KPK berdiri pada 2002, baru kali inilah komisioner mereka menggugat masa jabatan. Seharusnya komisioner KPK memahami latar belakang atau filosofi kelahiran Lembaga mereka, nilai-nilai apa saja yang harus dijaga. 

Karena itu, komisioner KPK tak perlu ikut-ikutan untuk menyamakan masa jabatan Lembaga mereka dengan masa jabatan komisi negara lainnya, yakni beberapa di antaranya tidak selalu harus lima tahun. Pengajuan uji materi perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK di tengah maraknya pelanggaran etika di kalangan komisioner dan kegaduhan di dalamnya menunjukkan lemahnya moralitas dan kepemimpinan KPK di bawah Firli Bahuri. Proses pengujian yang cukup kilat di mahkamah yang disebut penjaga konstitusi itu melahirkan dugaan adanya agenda terselubung Pemilu 2024. Perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK memantik kegaduhan baru sehingga dikhawatirkan meminggirkan perang melawan korupsi. Perang yang tak pernah usai di Republik ini.

Mantan Ketua KPK: Putusan MK Terima Gugatan Nurul Ghufron Dinilai Janggal

Mantan Ketua KPK: Putusan MK Terima Gugatan Nurul Ghufron Dinilai Janggal

Nasional • 13 days ago

Tanpa basa-basi Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan gugatan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang menggugat batas umur calon pimpinan KPK, serta penyetaraan masa jabatan pimpinan KPK dengan lembaga eksekutif lain. Dengan dikabulkannya permohonan tersebut, masa jabatan pimpinan KPK jajaran Firli Bahuri akan berakhir di tahun 2024. 

Mantan ketua KPK Abraham Samad mengatakan bahwa pengabulan gugatan yang dibuat oleh Nurul Ghufron tersebut terdapat keanehan. Keanehan tersebut karena, gugatan yang diajukan oleh Nurul Ghufron tidak berkaitan untuk memperkuat kelembagaan KPK atau memperkuat pemberantasan korupsi, tetapi untuk kepentingan pragmatis Nurul Ghufron.

"Kembali menduga-duga dengan adanya putusan dari MK yang mengabulkan gugatan saudara Nurul Ghufron ini dianggap ada sesuatu yang aneh. Kenapa dikatakan aneh? karena kita lihat bahwa gugatan yang diajukan Nurul Ghufron itu sebenarnya bukan berkaitan untuk memperkuat kelembagaan KPK atau memperkuat pemberantasan korupsi, tetapi lebih kepada kepentingan pragmatis Nurul Ghufron," kata Mantan ketua KPK Abraham Samad.

Menurut mantan ketua KPK Abraham Samad berpendapat bahwa keputusan tersebut janggal. Sebab gugatan Nurul Ghufron tersebut mengandung conflict of interest atau kepentingan pribadi, yang seharusnya tidak dikabulkan oleh hakim MK.

"Boleh dikategorikan bahwa gugatan saudara Nurul Ghufron itu mengandung conflict of interest. Oleh karena ia mengadung conflict of interest idealnya hakim MK tidak mengabulkan," jelas Abraham Samad.

Diketahui, MK memutuskan mengubah periode kepeminpinan KPK di perpanjang dari 4 tahun menjadi 5 tahun. Hakim Konstitusi Anwar Usman manilai, gugatan itu beralasan manurut hukum.

MK Gelar Sidang Uji Materi Sistem Pemilu Hari Ini

MK Gelar Sidang Uji Materi Sistem Pemilu Hari Ini

Nasional • 15 days ago

Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang gugatan Undang-Undang Pemilu soal sistem proporsional terbuka, Selasa (23/5/2023). Agenda sidang kali ini mendengarkan keterangan pihak terkait dari Partai Garuda dan Partai NasDem.

Sidang gugatan dimulai pukul 11.00 WIB yang dipimpin langsung oleh Ketua MK, Anwar Usman. Dua orang saksi yang menyampaikan pendapatnya adalah I Gusti Putu Artha dari Partai NasDem dan Abdul Khoir dari Partai Garuda.

Pihak terkait dari Partai NasDem membantah adanya deparpolisasi yang mengatakan bahwa partai politik sudah melakukan kaderisasi terlebih dahulu sesuai dengan amanah UU. NasDem menyatakan sudah menyeleksi siapa saja yang akan melakukan pendaftaran sebagai bakal calon anggota legislatif.

Sejumlah pihak dari kader parpol dan warga sipil juga mengatakan sejumlah pasal dalam UU Pemilu No. 7 Tahun 2017 dinilai dapat menimbulkan konflik internal partai. Hal ini karena membuat calon anggota DPR maupun DPRD berebut suara dan persiangan bebas guna meraih kemenangan. 

Para pemohon merasa dirugikan karena pasal-pasal tersebut mengatur penentuan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak dan mengakibatkan biaya Pemilu yang mahal.

Bedah Editorial MGN: Tersandera Penjaga Konstitusi

Bedah Editorial MGN: Tersandera Penjaga Konstitusi

Nasional • 28 days ago

Sistem Pemilu masih menjadi polemik. Sistem Proposional Terbuka atau Tertutup memiliki pro dan kontranya masing-masing. Hingga saat ini, MK belum juga memutuskan sistem apa yang akan dipakai.

Sebagai pemilih di Pemilu 2024, Anda setuju dengan sistem terbuka atau tertutup? Mengapa?

MK Ingatkan Sistem Pemilu Pernah Berubah saat  Injury Time

MK Ingatkan Sistem Pemilu Pernah Berubah saat Injury Time

Nasional • 28 days ago

Makamah Konstitusi kembali membuat kejutan, setelah Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengingatkan bahwa sistem pemilu bisa diubah di waktu injury time jelang pelaksanaan pemilu. Ia mencotohkan perubahan sistem pemilu dari tertutup menjadi terbuka pada 2008.
 
Dalam sidang lanjutan gugatan Undang-Undang Pemilu mengenai sistem pemilu proporsional terbuka, Selasa (9/5/2023), Arif mengingatkan hal itu kepada ahli yang dihadirkan oleh pihak perludem.

Guru besar Universitas Diponegoro itu kemudian mempertanyakan keterangan yang disampaikan ahli dari perludem soal perubahan sistem pemilu merupakan open legal policy.

Arief pun mengingatkan lagi soal sistem pemilu di Indonesia yang pernah berubah pada 2008 dari tertutup menjadi terbuka, berkat MK.

"Saya ingat sekali, bahwa pada waktu itu sistemnya masih sistem tertutup, oleh Mahkamah dalam waktu yang relatif pendek menjelang pemilu diubah menjadi sistem terbuka," ujar Hakim Arief Hidayat.

Sidang Uji Materi UU Pemilu Makin 'Panas'

Sidang Uji Materi UU Pemilu Makin 'Panas'

Nasional • 28 days ago

Sudah enam bulan sidang uji materi tentang sistem pemilu bergulir di Mahkamah Konstitusi. Sidang semakin panas ketika muncul kecurigaan bahwa hakim konstitusi berniat mengubah sistem pemilu dari terbuka menjadi tertutup. 

Uji materi sistem pemilu adalah hal yang sangat krusial dan mendesak untuk terus dikawal. Ada kemungkinan rakyat tidak bisa lagi memilih anggota legislatif secara langsung atau disebut sistem pemilu terbuka. Sebab, ada pihak yang menghendaki anggota legislatif, baik itu DPR, DPRD dipilih oleh partai, bukan rakyat (sistem pemilu tertutup). 

Tercatat sedikitnya ada tiga pernyataan hakim konstitusi yang diduga mengarah pada sistem pemilu tertutup. Hakim Konstitusi Arief Hidayat pernah bertanya ke ahli, mungkinkah pemilu memakai sistem hybrid alias mencampurkan sistem terbuka dengan tertutup. 

Pertanyaan yang sama juga diajukan Hakim Konstitusi Saldi Isra kepada ahli mengenai bagaimana penerapan sistem campuran dalam politik Indonesia. Saldi juga bertanya ke ahli, jika sistem pemilu diubah tepatnya untuk Pemilu 2024 atau 2029. 

Pernyataan yang cenderung memihak pada sistem pemilu tertutup, kembali dilontarkan Hakim Arief Hidayat dalam sidang kemarin. Ia menyatakan, dulu perubahan dari tertutup menjadi terbuka juga dilakukan dalam masa injury time.

Saat ini komposisi sembilan hakim konstitusi yang akan memutus apakah rakyat akan memilih sendiri anggota legistlatif atau tidak, terdiri dari hakim yang diusulkan oleh Mahkamah Agung, Presiden, dan DPR. Mereka yang diusulkan oleh MA adalah Hakim Konstitusi Anwar Usman, Suhartoyo, dan Manahan Sitompul. 

Selanjutnya, tiga hakim diusulkan oleh Presiden, yakni Hakim Konstitusi Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Daniel Yusmic Pancastaki. Tiga sisanya diusulkan DPR, yaitu Hakim Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, dan Guntur Hamzah. 

Polemik uji materi Sistem Pemilu di tengah berjalannya tahapan pemilu, turut membuat Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono angkat bicara. SBY mempertanyakan, tepatkah sistem pemilu diubah ketika proses pemilu sudah dimulai.

SBY menilai tidak ada kegentingan yang mengharuskan sistem pemilu saat ini diubah. SBY mewanti-wanti agar MK jangan sampai keliru. Bila MK membuat keputusan keliru, sudah ada ancaman demo besar-besaran yang disampaikan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.

Perjalanan Sidang Uji Materi UU Pemilu

Permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7/2017 Tentang Pemilu mulai disidangkan pada 23 November 2022. Dua kader parpol dan empat perseorangan menjadi pemohon, dengan Sururudin selaku kuasa hukum pemohon.

Partai-partai politik selaku pihak yang sangat terdampak dengan uji materi ini, langsung tancap gas menyatakan sikapnya. Dari sembilan fraksi di DPR RI, delapan di antaranya tetap mendukung diberlakukannya sistem pemilu terbuka. Hanya satu fraksi saja, PDI Perjuangan yang sepakat dengan sistem pemilu tertutup.

Sidang uji materi sistem pemilu proporsional terbuka yang dimulai sejak 23 November 2022 berjalan paralel dengan tahapan pemilu yang sudah berlangsung dari 14 Juni 2022. Di awal sidang, kuasa hukum pemohon mengatakan, sistem pemilu proporsional berbasis suara terbanyak atau sistem terbuka, melemahkan pelembagaan sistem kepartaian. 

Sidang uji materi sistem pemilu akan bergulir panjang, seiring dengan banyak pihak yang mengajukan diri sebagai pihak terkait, seperti dari partai, maupun perorangan. Sejak 5 April hingga sidang ke-14 pada Selasa (9/5/2023), agenda sidang masih mendengarkan keterangan ahli.